Popularitas Dedi Mulyadi Tak Bisa Jadikan Jabar sebagai Pusat Politik Nasional

Direktur Eksekutif Trias Politika Strategis, Agung Baskoro menilai, Jawa Barat tidak akan menggantikan Jakarta sebagai episentrum atau pusat politik nasional meski popularitas Dedi Mulyadi di media sosial meroket dalam beberapa bulan terakhir.
“Jakarta tetap episentrum politik nasional. Di Jakarta, ada kekuatan politik Istana yang jadi simbol kekuasaan. Kemudian, kekuatan politik Teuku Umar, simbol Ketua Umum PDIP Megawati,” ujarnya, Minggu 8 Juni 2025.
Menurut Agung, meski menjadi lebih populer di medsos gara-gara Dedi, Jabar belum bisa menggantikan Jakarta sebagai batu loncatan menuju pentas politik nasional.
Jabar bisa menjadi pusat politik nasional sekaligus batu loncatan jika terjadi perubahan dinamika politik secara drastis seperti pemindahan ibu kota dari Jakarta ke IKN dalam waktu dekat.
“Bila (pemindahan ibu kota) itu terjadi, bisa saja episentrum politik nasional berpindah ke Jabar dengan bantuan popularitas Dedi Mulyadi sebagai gubernur saat ini,” imbuhnya.
Dia mengakui, bila parameter yang digunakan adalah aktivitas di media sosial, Dedi Mulyadi tidak memiliki lawan sepadan. Sementara figur seperti Pramono Anung cenderung lebih berhati-hati saat bermain media sosial dan memilih bekerja secara gerilya agar lebih efektif.
“Sekali lagi, Jakarta menjadi pusat politik nasional karena simpul-simpul politik ada di sana. Selain itu, karakteristik warga Jakarta yang saat ini tidak gampang terbuai popularitas juga menjadi cambuk bagi Gubernur Jakarta untuk mementingkan pekerjaan daripada popularitasnya,” tutup Agung.
Sebelumnya, hasil survei Indikator Politik Indonesia menunjukkan Dedi Mulyadi sebagai gubernur yang paling memuaskan kinerjanya di Jawa dengan tingkat kepuasan publik mencapai 94,7 persen.
Dia unggul dari Gubernur DIY Sri Sultan Hamengku Buwono X dengan raihan 83,8 persen, Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa dengan 75,3 persen dan Gubernur DKI Jakarta Pramono Anung dengan tingkat kepuasan publik sebesar 60 persen.
Sayangnya, kata peneliti utama Indikator Politik Indonesia, Burhanuddin Muhtadi, popularitas dan tingkat kepuasan publik terhadap Dedi Mulyadi tidak sejalan dengan kinerja Pemprov Jabar.
Soal kemiskinan, misalnya, hanya 42 persen masyarakat Jabar yang puas dengan kinerja pemerintah daerah. Begitu pula terkait permodalan dan pembiayaan koperasi.
“Ternyata juga cukup banyak publik yang kecewa. Bahkan, angkanya lebih banyak dari Jakarta. Padahal, kita lihat kepuasan terhadap kinerja Dedi Mulyadi sebagai gubernur ini sangat mencolok,” terang Burhan.
Terbit di VOI