Agung Baskoro Nilai Ada Upaya ‘Membelah’ Solo dan Hambalang: Jika Menguat, Poros Lain Akan Dirugikan

Serangan politik mulai isu pemakzulan hingga ijazah palsu dinilai merupakan amunisi politik untuk menggerus pengaruh “keluarga Solo” sebelum 2029.
Analis Politik, Agung Baskoro, menilai, serangan-serangan itu bertujuan melemahkan pengaruh politik Jokowi dan keluarganya.
Agung Baskoro adalah pengamat politik lulusan Universitas Gadjah Mada sekaligus Direktur Eksekutif Trias Politika Strategis.
“Kalau terus menerus diserang, ini efek endorse-nya 2029 akan melemah,” ujar Agung seperti dikutip dari Tribun Jakarta, Senin (15/9/2025).
Menurut Agung, jika secara elektoral, Gibran tidak lagi “mengangkat”, sulit bagi siapa pun untuk menggandeng putra sulung Jokowi itu di Pilpres 2029.
Jika posisi Gibran tidak lagi menarik secara elektoral, kata Agung, maka akan sulit bagi Presiden Prabowo Subianto untuk kembali meminang Gibran ataupun keluarga Solo terlibat dalam kontestasi 2029.
“Saya juga melihat upaya delegitimasi bertujuan untuk memisahkan Keluarga Solo (Jokowi) dengan Keluarga Hambalang (Prabowo). Sebab jika poros itu menguat, di waktu bersamaan akan merugikan poros lainnya, seperti poros Cikeas, Cendana, Lebak Bulus, hingga Teuku Umar,” katanya.
Jokowi Heran Ijazah Gibran Digugat
Presiden ke-7 RI Joko Widodo (Jokowi) memberi tanggapan terkait ijazah putra sulungnya yang digugat dan dipermasalahkan itu.
Jokowi pun menduga ada sosok di balik polemik ijazah Gibran ini.
Sebab, menurutnya, isu ijazah ini telah bergulir sejak empat tahun lalu.
“Ya ini kan tidak hanya sehari dua hari. 4 tahun yang lalu. Kalau napasnya panjang kalau enggak ada yang mem-backup enggak mungkin. Gampang-gampangan aja,” ungkapnya, Jumat (12/9/2025), dilansir TribunSolo.com.
Jokowi lantas mengaku heran isu ijazah terus dipersoalkan.
Bahkan, Jokowi menyebut kemungkinan cucunya yakni Jan Ethes Srinarendra, akan mengalami hal serupa.
“Ijazah Jokowi dimasalahkan. Ijazah Gibran dimasalahkan. Nanti sampai ijazah Jan Ethes dimasalahkan,” imbuhnya.
Jokowi menegaskan, keputusan menyekolahkan Gibran di luar negeri adalah pilihannya sendiri, dengan tujuan agar sang anak bisa lebih mandiri.
“Iya. Di Orchid Park Secondary School. Yang nyarikan saya. Yang nyariin. Biar mandiri aja (sekolah di luar negeri)” katanya.
Meski heran dengan adanya gugatan itu, Jokowi menyampaikan akan tetap mengikuti proses hukum yang berlaku.
“Tapi kita ikuti proses hukum yang ada. Semua kita layani,” jelas Jokowi.
Digugat warga
Kasus gugatan ijazah Gibran bermulai ketika seorang warga bernama Subhan Palal menggugat Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka secara perdata ke Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat.
Selain Gibran Rakabuming Raka, Subhan Palal juga mengajukan gugatan perdata kepada Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI.
Gugatan itu dilayangkan karena Subhan Palal menduga adanya perbuatan melanggar hukum yang dilakukan oleh Gibran dan KPU RI pada Pilpres 2024.
Subhan Palal menduga berkas persyaratan yang diajukan Gibran sebagai calon Wakil Presiden ketika itu cacat.
Sebab, Gibran mendaftar menggunakan ijazah SMA dan Strata Satu (S1) luar negeri.
Gibran diketahui mengemban pendidikan Sekolah Menengah Atas (SMA) di Orchid Park Singapura dan melanjutkan ke University Technology Sydney Australia.
Padahal, dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (UU Pemilu) yang mengatur syarat pendidikan calon presiden dan wakil presiden pada Pasal 169 huruf r menyatakan, “Persyaratan menjadi calon Presiden dan calon Wakil Presiden adalah: (r) “berpendidikan paling rendah tamat sekolah menengah atas, madrasah Aliyah, sekolah menengah kejuruan, madrasah Aliyah kejuruan, atau sekolah lain yang sederajat”.”
Dengan demikian, Subhan Palal berpandangan, hal ini jelas bertentangan dengan ijazah Gibran yang berasal dari luar negeri.
Terbit di Tribunnews