Pemakzulan Gibran di Parlemen Bakal Terhalang Dominasi KIM

Desakan pemakzulan terhadap Wakil Presiden (Wapres) RI Gibran Rakabuming Raka kini mulai digulirkan di parlemen. Desakan pemakzulan itu tertuang dalam surat bernomor 003/FPPTNI/V/2025 yang dilayangkan Forum Purnawirawan TNI kepada Ketua MPR RI Ahmad Muzani dan Ketua DPR RI Puan Maharani.
“Dengan ini kami mengusulkan kepada MPR RI dan DPR RI untuk segera memproses pemakzulan (impeachment) terhadap Wakil Presiden berdasarkan ketentuan hukum yang berlaku,” demikian bunyi surat tersebut dikutip IDN Times, Selasa (3/6/2025).
Analis Komunikasi Politik, Hendri Satrio menilai, langkah Forum Purnawirawan TNI menyurati DPR dan MPR terkait pemakzulan Gibran ini sudah tepat. Ia mengatakan, DPR dan MPR merupakan lembaga yang tepat untuk menindaklanjuti desakan ini.
Di sisi lain, kata dia, DPR RI juga harus menangkap aspirasi ini agar isu pemakzulan terhadap Gibran tidak berkembang dan semakin menjadi isu liar di masyarakat.
“Saya bilang DPR harus menangkap aspirasi para purnawirawan TNI ini agar tidak liar sehingga isu pemakzulan ini ditangani secara kelembagaan,” kata Hendri Satrio, Minggu (8/6/2025).
1. Kans Pemakzulan Gibran di Parlemen Kecil

Namun, Direktur Eksekutif Trias Politika, Agung Baskoro, menilai, kecil kemungkinan DPR akan memakzulkan Gibran. Hal ini mengingat dominasi Koalisi Indonesia Maju (KIM) di parlemen sangat kuat karena menguasai 81 persen kursi.
Dengan fakta ini, kata Agung, peluang desakan pemakzulan terhadap Gibran di parlemen nyaris tidak mungkin terjadi sampai pada momen dibawa ke tingkat paripurna hingga sidang istimewa. Dia berpandangan, isu pemakzulan ini menguji kesolidan koalisi pemerintah di parlemen.
“Secara kuantitatif prosesnya agak sulit untuk ditindaklanjuti sampai pada momen ada paripurna, kemudian kuorum, dan ada sidang istimewa (pemakzulan Gibran),” kata Agung.
2. Isu Pemakzulan Gibran Sengaja Diembuskan

Agung menambahkan, isu pemakzulan ini sengaja dimunculkan untuk memisahkan Prabowo dan Gibran pada Pilpres 2029. Ia pun menyarankan Gibran tetap fokus mengerjakan tugasnya sebagai Wapres RI. Sebab secara historis, belum ada catatan seorang wapres berhasil memenangkan pemilu pada pemilu berikutnya.
Misanya, pada Pemilu 2009, Jusuf Kalla gagal menantang Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). Keduanya sempat berpasangan pada Pemilu 2004. Pada periode kedua, SBY yang memilih maju bersama Budiono berhasil memenangkan Pemilu 2009.
Presiden Jokowi juga berhasil memenangkan Pemilu 2019 pada periode keduanya saat berpasangan dengan Ma’ruf Amin. Sebelum reformasi pun, hampir semua wapres selalu berbeda-beda.
“Pada saat yang sama memang secara historis belum ada wapres yang bisa terpilih kedua kalinya dalam sistem kita,” kata Agung.
3. Belum Ada Usulan DPR ke MPR

Menanggapi desakan itu, Wakil Ketua MPR RI dari Fraksi PKS, Hidayat Nur Wahid (HNW), menegaskan, MPR tak bisa tiba-tiba memakzulkan Gibran meskipun surat desakan itu sudah di meja Ketua MPR RI Ahmad Muzani.
HNW menjelaskan, MPR RI baru bisa memproses desakan itu setelah menerima usulan dari pihak DPR. Dia mengatakan, belum ada usulan pemakzulan terhadap Gibran dari pihak DPR.
“Jadi mungkin MPR pun juga nunggu kapan DPR bersidang untuk membahas apa yang menjadi usulan daripada DPR RI (soal pemakzulan Gibran),” kata dia.
Politikus senior PKS itu menambahkan, proses pemakzulan Presiden dan/Wakil Presiden itu sangat panjang. MPR baru bisa membahasnya setelah ada usulan dari DPR RI usai diuji Mahkamah Konstitusi (MK).
“Karena kalau apa pun keputusannya kan DPR dulu setelah itu baru ke MK, MK balik ke DPR, DPR baru ke MPR. Jadi masih panjang itu,” ujar dia.
4. Ditindaklanjuti Bila Dinilai Mendesak

Sementara itu, Wakil Ketua MPR RI dari Fraksi PDI Perjuangan, Bambang Wuryanto, menambahkan, pimpinan MPR RI akan menggelar rapat bila surat yang masuk ke lembaganya dinilai mendesak.
Menurut dia, surat-surat yang masuk ke MPR itu akan diterima Sekretariat Jenderal. Namun, surat tersebut segera ditindaklanjuti bila datang dari lembaga-lembaga tinggi negara.
“Terutama adalah lembaga-lembaga tinggi. Kalau lembaga-lembaga tinggi pasti segera ditanggapi. Kemudian pada level DPR dan Kementerian, lembaga tinggi negara. Di level kedua pasti segera ditanggapi,” kata pria yang akrab disapa Bambang Pacul itu.
Di sisi lain, Pacul mengatakan, hingga kini belum ada undangan rapat di tingkat pimpinan guna menindaklanjuti desakan pemakzulan Gibran dari Forum Purnawirawan TNI tersebut. Jadwal rapat sepenuhnya ditentukan oleh Ketua MPR RI Ahmad Muzani.
“Nah ini rapimnya belum ada. Nanti yang bisa mengatur rapim sesuai dengan tatib, itu adalah siapa yang memimpin rapat, yang menetapkan agenda rapat dan memimpin rapat itu diserahkan kepada tatibnya, ketua yang menentukan. Jadi dikau tanyakan ke Pak Muzani,” kata dia.
5. Sepatutnya Dibawa ke Paripurna DPR

Di sisi lain, Anggota DPR RI dari Faksi PDIP, Andreas Hugo Pareira, menilai, usulan pemakzulan Gibran dari Forum Purnawiraran TNI itu patut dibawa ke paripurna DPR. Hal ini sesuai dengan Pasal 7 UUD 1945.
Andreas mengatakan, dalam Pasal 7 tersebut dijelaskan, pemakzulan terhadap Presiden dan/Wakil Presiden dibacakan di paripurna PDR. Pengambilan keputusan harus dilakukan apabila disetujui dua per tiga atau sekitar 387 dari total 580 anggota parlemen. Bila syarat ini terpenuhi, maka pemakzulan dapat dilakukan.
Sebaliknya, bila rapat tidak dihadiri dan/atau disetujui 387 anggota DPR, maka usulan pemakzulan tak bisa dilanjutkan ke MK sebagaimana Pasal 7B UUD 1945.
“Bahwa surat tersebut sebagaimana prosedurnya seusai dengan UUD 1945, Pasal 7 akan dibacakan di paripurna DPR,” kata dia menanggapi desakan pemakzulan Gibran yang kini mulai digulirkan ke parlemen.
Wakil Ketua Komisi XIII DPR bidang HAM itu menilai, desakan pemakzulan Gibran tersebut patut diapresiasi. Menurut dia, usulan ini bentuk perhatian para senior bangsa yang telah mengabdi kepada negara.
“Surat dari forum purnawirawan TNI itu tentu patut diapresiasi karena bentuk perhatian dan tanggung jawab para senior bangsa yang telah berbuat dan mengabdi kepada bangsa dan negara,” ujar dia.
6. Dasar Desakan Pemakzulan Gibran

Desakan pemakzulan terhadap Gibran berangkat dari Putusan MK No. 90/PUU-XXI/2023 yang dinilai menabrak UU Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman. Putusan tersebut dinilai tak sah (cacat hukum), karena ketua hakim yang mengetok palu sidang kala itu merupakan paman Gibran sendiri, Anwar Usman.
Keputusan tersebut menunjukkan tidak independen karena adanya intervensi melalui relasi keluarga langsung antara Anwar Usman dengan Gibran. Hal ini bertentangan dengan prinsip imparsialitas lembaga peradilan dan asas fair trial dalam hukum tata negara. Di sisi lain, Forum Purnawirawan TNI juga mengungkit dugaan praktik kolusi, korupsi dan nepotisme (KKN) sewaktu Gibran menjabat Wali Kota Solo.
Purnawirawan menduga ada praktik KKN berkaitan dengan adanya suntikan dana penyertaan modal dari perusahaan ventura ke perusahaan rintisan sang adik, Kaesang Pangarep.
Tak hanya itu, purnawirawan turut menyoroti kasus akun “fufufafa,” yang mereka duga merupakan milik Gibran. Akun itu dikenal sering menghina tokoh publik, seperti Prabowo Subianto, Didit Hediprasetyo, Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), hingga Anies Baswedan.
“Berdasarkan uraian tersebut, kami mendesak agar DPR RI segera memproses pemakzulan Wakil Presiden RI Sdr. Gibran Rakabuming Raka,” demikian argumentasi hukum yang diuraikan Forum Purnawirawan TNI.
7. Tak Ada Pelanggaran Hukum yang Dilakukan Gibran Kata Golkar

Sementara, Ketua Fraksi Partai Golkar DPR RI, Muhammad Sarmuji, mengatakan, presiden dan/atau wakil presiden bisa dimakzulkan kalau melakukan pelanggaran hukum. Itu pun menurut dia sudah secara spesifik disebutkan dalam konstitusi.
Menurut dia, belum ada pelanggaran hukum apa pun yang telah dilakukan Gibran sebagai Wapres RI sebagaimana yang telah dijabarkan dalam konstitusi.
“Kalau yang khusus untuk Mas Wapres, sampai sekarang itu belum ada pelanggaran hukum apa pun. Sebagaimana yang tertera dalam konstitusi, dalam aturan perundangan kita, yang bisa menyebabkan Mas Gibran, Mas Wapres untuk dimakzulkan,” kata Sekjen Partai Golkar itu.
DPR RI, lanjut Sarmuji, akan bertindak sesuai aturan yang berlaku. Sebagai lembaga pembuat undang-undang, semua keputusan yang diambil di parlemen akan berlandaskan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Artinya, DPR tak bisa ujuk-ujuk memproses desakan pemakzulan Gibran.
“DPR kan tukang membuat aturan. Tukang membuat aturan itu otomatis kalau melakukan sesuatu atau tidak melakukan sesuatu, itu berdasarkan aturan,” kata dia.
Terbit di IDN Times