Reshuffle Perdana Prabowo- Evaluasi Menteri & Dimensi Politik

Menteri Sekretaris Negara (Mensesneg) Prasetyo Hadi, buru-buru menangkis pertanyaan awak media saat menanyakan motif politis di balik kocok ulang atau reshuffle Kabinet Merah Putih.
Di Istana Negara, Jakarta Pusat, Senin (8/9/2025), setelah mengumumkan bahwa Presiden Prabowo Subianto merombak jajaran kabinetnya, Prasetyo menepis anggapan hal ini berhubungan dengan agenda ‘bersih-bersih’ jajaran menteri yang pernah menjabat di era Presiden ke-7 RI, Joko Widodo (Jokowi).
Prasetyo menilai reshuffle perdana yang dilakukan Prabowo tidak berkaitan dengan rencana atau isu bersih-bersih ‘orang-orang Jokowi’ di Kabinet Merah Putih saat ini.
“Hah? Enggak ada, enggak ada [bersih-bersih orang Jokowi],” kata Prasetyo kepada awak media.
Menurut juru bicara presiden Prabowo itu, menteri-menteri yang dicopot bukan representasi atau perwakilan dari individu tertentu. “Enggak ada orang siapa,orang siapa. [Mereka] adalah orang putra terbaik bangsa Indonesia,” sambung Prasetyo.
Prabowo merombak Kabinet Merah Putih memasuki bulan ke-11 masa kepemimpinannya. Pada Senin (8/9/2025) sore, lima orang menteri diganti dan satu kementerian baru dibentuk. Menteri yang digeser adalah Menteri Koordinator Bidang Politik dan Keamanan Budi Gunawan; Menteri Koperasi Budi Arie; Menteri Pemuda dan Olahraga Dito Ariotedjo; Menteri Keuangan Sri Mulyani, dan Menteri Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (P2MI) Abdul Kadir Karding.
Prasetyo Hadi menjelaskan perombakan kabinet menjadi bentuk tindak lanjut pembentukan Kementerian Haji dan Umrah sekaligus berdasarkan dari evaluasi Prabowo terhadap kinerja anak buahnya. Keputusan ini diambil usai mempertimbangkan masukan dan berbagai aspek evaluasi yang dilakukan terus-menerus.
“Atas berbagai pertimbangan, masukan dan evaluasi yang dilakukan terus menerus oleh Bapak Presiden,” ujar Prasetyo.
Para menteri dan wamen dilantik berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 86 Tahun 2025. Kepres ini mengangkat Mochamad Irfan Yusuf sebagai Menteri Haji dan Umrah; Dahnil Anzar Simanjuntak sebagai Wakil Menteri Haji dan Umrah; Purbaya Yudhi Sadewa sebagai Menteri Keuangan; Mukhtarudin sebagai Menteri Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (P2MI); dan Ferry Juliantono sebagai Menteri Koperasi.
Namun dua jabatan belum ditunjuk dan diungkap penggantinya, yakni Menko Polkam dan Menpora. Prasetyo mengatakan Menko Polkam masih kosong sementara karena Presiden belum menunjuk penggantinya secara definitif. Adapun Menpora dinyatakan sudah ditunjuk, namun sosok yang menggantikan Dito tengah berada di luar kota saat pelantikan sehingga akan dijadwalkan ulang.
“Sementara waktu beliau [Presiden] akan menunjuk ad interim untuk menjabat sebagai Menko Polkam,” jelas Prasetyo.
Mensesneg menekankan bahwa reshuffle merupakan hak prerogatif presiden. Karenanya, ia tidak ingin mengaitkan perombakan dengan adanya demonstrasi besar-besaran yang menyebabkan 10 korban jiwa pada akhir Agustus 2025, kemarin.
Ini sekaligus, menjawab tanda tanya terkait pergantian Menko Polkam Budi Gunawan usai gelombang demonstrasi yang pecah di pelbagai daerah. “Ya tidak ada, tidak ada kemudian karena sesuatu hal yang sangat spesifik begitu, tidak,” kata Prasetyo.
Prasetyo turut membantah bahwa Sri Mulyani diganti karena undur diri. Menurutnya, semua pertimbangan dilakukan atas dasar evaluasi yang dilakukan Presiden Prabowo.
“Pertanyaannya kenapa, bukan mundur atau enggak? Bismillah apa yang menjadi keputusan Bapak Presiden kita doakan bersama-sama. Semoga itu menjadi keputusan yang membawa kebaikan bagi kita semua,” terang Prasetyo.
Sri Mulyani merupakan satu dari lima pejabat publik yang rumahnya dijarah massa ketika gelombang demonstrasi memanas di Jakarta dan sekitarnya, Minggu (31/8/2025). Sejumlah barang-barang pribadi Sri Mulyani dijarah dan dirusak massa tak dikenal yang datang dalam dua gelombang serta tampak dilakukan dengan terorganisir.
Karena itu pula sejumlah pengamat dan analis politik menilai perombakan besar-besaran pertama yang dilakukan Prabowo tidak sesederhana hanya dipengaruhi evaluasi kinerja. Terdapat nuansa politis bahkan faktor etis yang ditengarai menjadi alasan di balik keputusan Prabowo mencopot sejumlah nama menteri.
Kelindan Alasan di Balik Perombakan
Analis politik dari Trias Politika Agung Baskoro memandang, perombakan perdana jajaran kabinet Presiden Prabowo tidak lepas dari alasan yang saling memiliki keterkaitan. Bukan hanya terkait tugas teknokratis dan kinerja menteri, tetapi terdapat alasan politik, etis, hingga yuridis yang tak bisa dilepaskan dari dinamika reshuffle kali ini.
Ia mencontohkan reshuffle Budi Gunawan dari kursi Menko Polkam. Tak bisa dipungkiri, hal ini erat berkaitan dengan demonstrasi yang pecah dan memakan korban jiwa. Namun dari sisi politis, pria yang akrab disapa BG itu juga memiliki kaki-kaki politik yang lemah sehingga tidak begitu solid untuk dipertahankan.
Agung menilai, BG selama ini hanya dikenal sebagai ‘kader kultural’ PDIP dan orang dekat dari Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri. Alhasil, faktor demonstrasi berujung ricuh disertai penopang politik yang ringkih, membuat BG tak kuat untuk dipertahankan.
“Jadi alasan reshuffle itu bisa saling berkaitan faktor misal teknokratis dan politis, atau bisa hanya satu faktor sendiri saja, kalau BG ya beliau di yuridisnya yang nggak ada soal,” ujar Agung kepada wartawan Tirto, Selasa (9/9/2025).

Pencopotan Budi Arie dinilai punya faktor lain lagi. Menurut Agung, secara politis dan yuridis ada hal-hal yang disorot dari pria yang karib dipanggil Muni itu. Meskipun Agung tak setuju terjadi agenda ‘bersih-bersih’ bekas menteri Jokowi, ia menilai perombakan Budi merupakan cerminan bahwa Prabowo lebih bersandar pada kekuatan konsolidasi parpol ketimbang dari organ relawan.
Budi Arie sendiri merupakan Ketua Umum relawan Projo yang menjadi pendukung setia dari Jokowi. Budi dilantik menjadi Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) oleh Jokowi menggantikan Johnny G Plate yang tersandung kasus korupsi pemancar BTS.
Namun, belakangan nama Budi Arie justru disebut-sebut terlibat dalam kasus pengamanan judi online oleh jajaran pegawai Kominfo (saat ini Komdigi). Meski berkali-kali dibantah oleh Budi, hal ini tampaknya dinilai Prabowo menjadi sesuatu yang riskan apabila dibiarkan.
“Secara yuridis namanya terseret judol, nanti tidak fokus kinerjanya. Apalagi kan Kemenkop mengurus Koperasi Merah Putih yang jadi program unggulan Prabowo juga,” terang Agung.
Pengamat komunikasi politik Universitas Padjadjaran, Kunto Adi Wibowo, menilai reshuffle kali ini tak bisa dilepaskan dari dua konteks besar: demonstrasi besar yang menelan korban jiwa dan meningkatnya sorotan publik terhadap kinerja sejumlah pejabat publik, terutama Menteri Keuangan.
Kunto tidak menampik munculnya persepsi publik bahwa reshuffle ini sekaligus menggerus pengaruh Jokowi di tubuh kabinet Prabowo. Kendati begitu spekulasi perebutan pengaruh antarelite dinilai Kunto menjadi diskursus publik yang tak produktif. Baginya, perhatian publik seharusnya diarahkan pada kinerja para menteri-menteri baru.
“Bagi publik urusannya bagaimana menteri baru ini lebih baik dari menteri yang dirombak. Kita harus segera menagih secara cepat kinerja mereka,” ucap Kunto kepada wartawan Tirto, Selasa (9/9/2025).
Menimbulkan Kesan Mendadak dan Tergesa-Gesa
Kunto juga menyoroti agenda reshuffle yang terkesan mendadak. Tampak dari dua posisi menteri yang belum terisi dan bakal diumumkan di kemudian hari. Langkah ini menunjukkan gaya kepemimpinan Prabowo yang cepat dan keras dalam mengevaluasi pembantunya.
Namun, Kunto mengingatkan respons Prabowo sebelumnya soal demonstrasi banyak dinilai publik “out of touch” dengan suara aspirasi rakyat. Itu menunjukkan presiden punya bubble informasi yang berbeda sehingga tidak bisa menyentuh langsung akar persoalan rakyatnya. Ia berharap sikap yang sama tidak terjadi dalam langkah reshuffle kali ini
“Kalau terburu-buru memang ada kesan grasa-grusu. Politik adalah persepsi, maka tidak salah jika publik melihat reshuffle ini mendadak,” kata Kunto.
Sementara itu, Analis sosio-politik Helios Strategic Institute, Musfi Romdoni, berpendapat isu reshuffle sebetulnya sudah mencuat sejak Maret 2025. Reshuffle kali ini, kata Musfi, dipantik akumulasi permasalahan yang semakin terdesak karena didorong adanya aksi demonstrasi besar-besaran. Ini dianggap presiden sebagai titik klimaks pengambilan kebijakan reshuffle.
“Membaca dari statement-nya di publik, Prabowo tak nyaman kalau ada demonstrasi, apalagi demonstrasi besar. Momen demonstrasi besar kemarin sepertinya membuat Prabowo tidak nyaman dan segera memutuskan untuk melakukan reshuffle,” ujar Musfi kepada wartawan Tirto, Selasa (9/9/2025).
Ia menilai pergantian Menko Polkam Budi Gunawan (BG) memang patut jadi sorotan. Ketika konferensi pers lintas kementerian terkait isu demonstrasi, anehnya yang memimpin adalah Menteri Pertahanan Sjafrie Sjamsoeddin. Padahal itu dinilai Musfi menjadi kewenangan BG sebagai Menko Polkam.
Sejak dulu, Menko Polkam dinilai strategis dan tak sembarangan orang dapat menjabatnya. Mereka yang duduk sebagai Menko Polkam wajib memiliki pengaruh yang cukup untuk bisa berkoordinasi dengan TNI dan Polri.
Musfi juga setuju dengan pendapat Kunto bahwa reshuffle kali ini memang terburu-buru dan tampak kurang persiapan. Dua kursi menteri kosong dan pernyataan Menkeu Purbaya yang mengaku kaget karena dikabari mendadak menjadi tandanya.
Hal ini dinilai akibat sikap Prabowo terhadap dinamika demonstrasi besar-besaran. Presiden merasa perlu segera melakukan tindakan nyata yang bisa langsung ditangkap oleh rakyat.
“Prabowo merasa perlu melakukan reshuffle untuk meredam persepsi negatif di tengah masyarakat,” ujar Musfi.
Terbit di Tirto