Mencari Nahkoda Partai Ka’bah: Menimbang Plus-Minus Jokowi, Anies, Hingga Mentan Amran

Wacana pencalonan Presiden ke-7 RI Joko Widodo sebagai ketua umum Partai Persatuan Pembangunan (PPP), dinilai sebagai strategi politik untuk meraih efek elektoral dari figurnya. Hal ini disampaikan oleh Direktur Eksekutif Trias Politika Strategis, Agung Baskoro.

Menurutnya, Jokowi masih memiliki magnet elektoral yang tinggi di mata publik. Oleh karena itu, tak heran jika partai-partai yang belum berhasil menembus ambang batas parlemen seperti PSI dan PPP mencoba mengaitkan diri dengan figur Jokowi untuk memperkuat posisi mereka.

“Saya kira karena Jokowi masih punya magnet elektoral yang tinggi sehingga partai apapun merasa nyaman ketika dikaitkan dengan Jokowi yang sampai hari ini belum punya kendaraan politik,” katanya saat dihubungi Republika, Jumat (30/5/2025).

Fenomena menguatnya nama Jokowi dalam dinamika internal PSI dan munculnya nama mantan wali kota Solo dalam bursa kepemimpinan PPP dinilai bukan hal kebetulan. Ia menilai, ini sebagai strategi partai agar punya peluang lebih besar untuk kembali masuk parlemen melalui ketokohan Jokowi.

“Kita tahu party ID atau kedekatan pemilih dengan partai itu kan rendah yang memuat figur ID, nah tidak banyak figur yang punya bobot elektoral yang solid kuat seperti Pak Jokowi sehingga terkesan ini diperebutkan dan dibutuhkan oleh partai-partai baik PSI maupun PPP yang masih belum lolos apartemen seperti,” katanya.

Namun demikian, menurutnya nama Jokowi di internal PPP dinilai memiliki tantangan tersendiri. Ia menilai, meskipun Jokowi adalah tokoh nasional yang populer, citranya lebih condong pada figur nasionalis daripada representasi kelompok agamis atau santri.

“Sayangnya, Jokowi ini lebih dikenal oleh publik sebagai tokoh atau figur nasionalis ketimbang sosok santri atau agamis sehingga ketika Jokowi kemudian dipaksakan menjadi ketua saya kira ini akan memberikan semacam arahan negatif kepada grass root padahal disaat sama ada banyak nama-nama lain yang potensial untuk pula mendongkrak ya elektabilitas partai,” ujar dia.

Disinggung soal nama potensial lain seperti Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman, Menteri Sosial Saifullah Yusuf hingga mantan gubernur Jakarta Anies Baswedan yang masuk bursa, dia menyebut ada dua sosok.

“Secara keseluruhan nama Amran dan Anies cukup potensial ya karena dua-duanya punya kelebihan Anies punya karakter, Amran punya basis, ya sumber daya politik yang mumpuni karena hari ini masih menjabat sebagai Menteri Pertanian dan dekat dengan beberapa orang-orang kuat ya, yang punya akses terhadap sumber daya tersebut. Jadi ini kembali ke konstituen PPP karena masing-masing punya kelebihan dan kekurangan,” katanya.

Berkaca ke belakang, ia mengingatkan agar PPP belajar dari kesalahan di Pilpres 2024, di mana dukungan terlalu cepat dijatuhkan ke pasangan nomor urut 03, yang pada akhirnya membuat PPP kehilangan momentum untuk meraih coattail effect dari calon yang didukung.

“Tapi yang jelas ya soal figur soal nama-nama potensi yang lain yang lebih utama sebenarnya apa yang ingin diraih oleh kader-kader internal grass root PPP juga. Supaya kesalahan di Pilpres 2024 dengan terlalu cepat melabuhkan dukungan ke kubu 03 padahal basisnya 01, akhirnya PPP kehilangan momentum untuk mendapat coattail effect atau efek ekor jas,” katanya.


Terbit di: Republika

Trias Politika Strategis adalah lembaga riset, survei, dan strategi politik. Fokus mengawal demokrasi Indonesia melalui layanan akademis berkualitas, pemenangan politik, media monitoring, serta pendampingan politik, dengan pengalaman mendukung partai, perusahaan, dan kandidat strategis.