Kenapa Prabowo Pilih Jenderal Sepuh Djamari Jadi Menko Polkam?

Presiden Prabowo Subianto memutuskan memilih Djamari Chaniago sebagai Menteri Koordinator Politik dan Keamanan (Menko Polkam).
Djamari menggantikan Budi Gunawan (BG) yang sebelumnya dicopot Prabowo pada pekan lalu. Djamari telah dilantik bersama sejumlah pejabat lain di Istana Kepresidenan Jakarta, Rabu (17/9).
Djamari merupakan tokoh senior di dunia militer. Ia lulusan Akabri (kini disebut Akmil) tahun 1971, atau tiga tahun lebih senior dari Prabowo.
Pria kelahiran Padang, Sumatera Barat, 8 April 1949 itu pernah menduduki posisi penting, seperti Pangdam III/Siliwangi, Pangkostrad, hingga Kepala Staf Umum TNI pada 2000 silam. Ia pensiun dengan pangkat bintang tiga atau letnan jenderal.
Djamari pun mendapat kenaikan pangkat jenderal kehormatan dari Prabowo. Djamari mengaku mendapat perintah dari Prabowo untuk mengabdi ke bangsa dan negara.
“Arahan dari beliau (Prabowo), ‘gunakan sisa umur untuk kepentingan nusa, bangsa, dan negara’. Berapa umur saya ada yang tahu? 77 tahun. Gunakan sisa umur itu untuk tetap mengabdi pada bangsa dan negara,” kata Djamari kepada wartawan di Istana Negara, Jakarta Pusat, kemarin.
Lantas kenapa Prabowo mempercayakan posisi Menko Polkam kepada sosok sepuh ini?
Peneliti Indonesia Strategic & Defence Studies (ISDS) Edna Caroline mengatakan penunjukan itu memperlihatkan Prabowo sangat mempertimbangkan masalah senioritas sebagaimana tradisi militer.
Menurut Edna, posisi Menko Polkam sebagai koordinator menuntut sosok yang senior dalam proses koordinasi dengan kementerian/lembaga di bawahnya.
“Dengan pemberian jabatan Jenderal Kehormatan, Djamari jadi memiliki otoritas sebagai Menteri Koordinator yang di antaranya akan mengkoordinasi TNI, Polri, dan Kementerian Pertahanan, selain adanya Wamenhan dan Ses Menko Polhukam yang semuanya dijabat oleh purnawirawan bintang tiga TNI AD,” kata Edna.
Edna pun mengulas kedekatan Prabowo dengan Djamari selama di lingkungan militer. Prabowo awalnya masuk Akabri tahun 1973, seangkatan dengan Susilo Bambang Yudhoyono.
Namun, Prabowo kemudian tinggal kelas dan bergabung dengan Akabri 1974, seangkatan dengan Sjafrie Sjamsoeddin.
“Di sinilah, terjadi kedekatan karena Djamari yang merupakan letting 1971 adalah pengasuh letting 1974, yang berarti ia memiliki kedekatan personal dengan Prabowo dan Sjafrie. Djamari bahkan pernah menjadi komandan Prabowo saat mereka sama-sama di Akabri,” ujarnya.
Relasi keduanya juga terus terjalin setelah reformasi. Pabowo mendirikan Partai Gerindra dan Djamari ikut bergabung sebagai kader. Edna menilai hal ini menunjukkan rekonsiliasi personal Djamari dengan Prabowo.
Edna pun menilai penunjukan Djamari ini menegaskan bahwa Prabowo tidak pendendam, tetapi mengutamakan pengalaman dan hubungan personal di masa lalu.
Djamari diketahui pernah menjadi Sekretaris Dewan Kehormatan Perwira (DKP) pada 1998. Saat itu DKP memutuskan Prabowo terbukti melakukan pelanggaran karena terlibat dalam operasi penculikan sejumlah aktivis pada 1997-1998.
“Yang menarik Djamari merupakan Sekretaris dari Dewan Kehormatan Perwira yang memberikan rekomendasi pemecatan Prabowo pada tahun 1998,” ujarnya.
Djamari dan Peran Strategis Menkopolkam
Sementara itu Pengamat militer dari Institute for Security and Strategic Studies (ISSES) Khairul Fahmi berpendapat Prabowo melihat sosok Djamari memiliki pengalaman panjang di militer dan pemerintahan.
“Djamari adalah sosok dengan jam terbang panjang di dunia militer dan politik, sehingga dipandang punya kredibilitas serta kearifan dalam mengelola dinamika politik dan keamanan yang sering kompleks,” kata Khairul kepada CNNIndonesia.com, Rabu (17/9) malam.
Khairul juga menyebut penunjukan Djamari sebagai Menko Polkam ini mencerminkan sikap Prabowo melihat pengalaman dan kapasitas dalam kepemimpinan.
“Bahwa pengalaman dan kapasitas kepemimpinan tidak selalu diukur dari usia, melainkan dari kemampuan menjaga keseimbangan dan ketenangan dalam menghadapi persoalan strategis bangsa,” ujarnya.
Prabowo Waspada
Di sisi lain, Direktur Trias Politika Strategis Agung Baskoro mengatakan Prabowo tak mau lagi kecolongan dalam mengatasi gejolak masalah keamanan dalam negeri. Mengingat, beredar isu bahwa lengsernya Budi Gunawan dari posisi Menko Polkam ada kaitannya dengan gelombang aksi demo yang terjadi di sejumlah wilayah pada akhir Agustus lalu.
“Secara personel presiden Prabowo ingin memastikan tidak kecolongan lagi dalam konteks pengamanan di level domestik, dan kita tahu di level global juga ada strategi geopolitik yang harus disikapi,” ucap Agung.
Agung juga menilai kehadiran sosok militer sebagai Menko Polkam ini juga diharapkan bisa menangani masalah lebih baik.
“Kehadiran militer yang eksis menggantikan Menko Polkam berlatarbelakang kepolisian agar penanganannya lebih baik,” katanya.
Prabowo waspada
Di sisi lain, Direktur Trias Politika Strategis Agung Baskoro mengatakan Prabowo tak mau lagi kecolongan dalam mengatasi gejolak masalah keamanan dalam negeri. Mengingat, beredar isu bahwa lengsernya Budi Gunawan dari posisi Menko Polkam ada kaitannya dengan gelombang aksi demo yang terjadi di sejumlah wilayah pada akhir Agustus lalu.
“Secara personel presiden Prabowo ingin memastikan tidak kecolongan lagi dalam konteks pengamanan di level domestik, dan kita tahu di level global juga ada strategi geopolitik yang harus disikapi,” ucap Agung.
Agung juga menilai kehadiran sosok militer sebagai Menko Polkam ini juga diharapkan bisa menangani masalah lebih baik.
“Kehadiran militer yang eksis menggantikan Menko Polkam berlatarbelakang kepolisian agar penanganannya lebih baik,” katanya.
Terbit di CNN Indonesia