Jokowi dan PDIP Sama-Sama Mengaku Ditarget Operasi Politik, Pengamat Ungkap Strategi di Baliknya

Pada waktu yang hampir bersamaan, Presiden ke-7 RI, Jokowi, dan elite PDIP mengeluarkan pernyataan soal adanya operasi politik pelemahan.
Jokowi mengaku ditarget agar integritas dan citranya hancur melalui kasus tudingan ijazah palsu hingga desakan pemakzulan Wapres Gibran Rakabuming Raka.
Sementara, PDIP mengaku sedang dilemahkan agar perolehan suaraya pada Pemilu 2029 anjlok hingga tersisa 7 persen.
Keduanya juga kompak enggan mengungkap sosok di balik pengendali agenda politik yang dimaksud.
Menganalisis pernyataan tersebut, pengamat politik Agung Baskoro melihat ada strategi politik di baliknya.
Agung menganggap Jokowi dan PDIP sedang memainkan taktik politik yang sama untuk mengincar pemilih psikologis.
Direktur Eksekutif Trias Politika Strategis itu, memaparkan, pemilih psikologis adalah pemilih yang mendasari keputusannya berdasarkan emosi.
Dengan mengaku dizalimi, Jokowi dan PDIP akan mendapat empati dari kelompok pemilih psikologis.
“Ini mungkin untuk menyentuh para pemilih-pemilih yang sifatnya emosional, irasional, yang teridentifikasi sebagai pemilih psikologis.”
“Karena kan ada banyak perilaku pemilih, ada yang rasional, ada yang sosiologis, ada yang psikologis.”
“Yang psikologis ini yang mana, yang persaannya disentuh, yang emosinya dilibatkan oleh para elite kita, baik Pak Jokowi, Mbak Ning (Ribka Tjiptaning), ataupun elite yang lain berupaya ada semacam situasi di mana mereka itu termasuk dizalimi, dan publik kita yang semi irasional tadi mudah tersentuh, mudah kasihan,” papar Agung di Program Sapa Indonesia Pagi, Kompas TV, Kamis (31/7/2025).
Pemilih psikologis yang sudah berempati akan mudah diarahkan untuk memilih sosok atau partai tertentu.
“Ketika itu berhasil diraih dalam persepsi dan imajinasi mereka, top of mind semacam itu, akan dengan mudah diarahkan ke tokoh tertentu, partai tertentu,” jelasnya.
Sebagai informasi, Jokowi dan PDIP memiliki sejarah yang panjang.
Ayah Ketua Umum PSI Kaesang Pangarep itu merupakan mantan kader PDIP sejak maju menjadi Calon Wali Kota Solo pada 2005.
Kebersamaan Jokowi dan partai banteng semakin erat kala Pilkada Jakarta 2012. Jokowi diboyong PDIP ke panggung politik ibu kota sampai menjadi Gubernur Jakarta.
Tak sampai selesai satu periode, PDIP mencalonkan Jokowi menjadi presiden pada Pilpres 2014. Jokowi pun menjadi presiden berkat dukungan PDIP sampai dua periode.
Namun, di akhir masa baktinya, hubungan Jokowi dan PDIP retak. Suami Iriana itu tidak mendukung paslon usungan PDIP, Ganjar Pranowo-Mahfud MD pada Pilpres 2024. Jokowi justru mendukung Prabowo Subianto yang berpasangan dengan putranya, Gibran Rakabuming Raka.
PDIP akhirnya memecat Jokowi, dan juga Gibran, serta menantunya, Bobby Nasution pada akhir 2024. Jokowi dan keluarganya dicap pengkhianat, Hubungan Jokowi dan PDIP, khususnya sang Ketua Umum, Megawati Soekarnoputri tak kunjung mereda hingga kini.
Agenda Besar Politik Turunkan Reputasi Jokowi
Beberapa bulan terakhir, Jokowi dan keluarga dirundung sejumlah persoalan, di antaranyaa tudingan ijazah palsu hingga desakan pemakzulan terhadap Gibran.
Jokowi menyebut ada agenda besar di balik dua isu yang terus dihembuskan itu.
“Saya berperasaan memang kelihatannya ada agenda besar politik di balik isu ijazah palsu, pemakzulan,” ungkapnya saat ditemui di kediaman Sumber, Banjarsari, Solo, Senin (14/7/2025) lalu, dikutip dari TribunSolo.
Ia pun mengakui ada upaya untuk menurunkan reputasinya akhir-akhir ini.
Termasuk mengaburkan prestasi-prestasi yang ia lakukan selama dua periode memimpin sebagai Presiden RI.
“Perasaan politik saya mengatakan ada agenda besar politik untuk menurunkan reputasi politik untuk men-downgrade,” terangnya.
“Buat saya biasa-biasa saja. Termasuk itu (pemakzulan). Isu ijazah palsu, pemakzulan Mas Wapres saya kira ada agenda besar politik,” jelasnya.
Terkait dengan kasus dugaan ijazah palsu yang masih terus bergulir, ia meminta masyarakat mengikuti proses hukum yang sedang berjalan.
“Ini kan dalam proses hukum. Saya baca kemarin sudah dalam proses penyidikan. Ya sudah serahkan kepada proses hukum yang ada. Kemudian nanti kita lihat di sidang yang ada di pengadilan seperti apa,” tuturnya.
Jokowi juga nenyebut ada orang besar yang mengatur agenda pelemahan integritas dirinya dan keluarga itu.
Sayangnya, Jokowi enggan menyebut namanya.
“Kan saya sudah sampaikan feeling saya mengatakan ada agenda besar politik dalam tuduhan ijazah palsu maupun pemakzulan. Artinya memang ada orang besar ada yang mem-backup. Semua udah tahu lah,” ungkapnya saat ditemui di kediamannya, Jumat (25/7/2025).
PDIP Ditarget 7 Persen
Sementara itu, Ketua DPP PDIP, Ribka Tjiptaning mendengar kabar adanya pihak yang ingin melemahkan PDIP.
PDIP ditarget hanya mendapat perolehan suara 7 persen pada Pemilu 2029.
Seperti diketahui, PDIP masih menjadi pemegang suara terbanyak nasional pada PIleg 2024 lalu, dengan perolehan 16,72 persen.
“Maksudnya kan supaya PDIP ini tidak terjadi konsolidasi, supaya kecil, supaya kalah. Saya denger lho mereka menarget kita (hanya dapat) 7 persen 2029. Salah hitung (lawan). PDIP tuh justru kalau diginiin malah terjadi kebangkitan,” ujar Ribka saat peringatan 29 tahun peristiwa Kudatuli di Kantor DPP PDIP, Jakarta Pusat, Minggu (27/7/2025), dikutip dari Kompas.com.
Ribka menegaskan upaya menekan PDIP melalui berbagai bentuk intimidasi dan ketidakadilan, justru akan menjadi pemicu konsolidasi di tubuh partai berlambang banteng tersebut.
“Lihat aja, kalau kita diginiin terus, ini akan menggelembung ya. Massa PDIP tuh kayak gitu. Kalau kita diintimidasi, dicurangi, diabaikan, itu akan terus mengkonsolidasi. Jadi mereka tuh salah hitung lawan kita ini,” jelas Ribka.
Menurut Ribka, karakter PDIP adalah semakin ditekan, semakin solid.
Oleh karena itu, dia meyakini tekanan yang saat ini dirasakan partainya hanya akan memperkuat semangat perjuangan para kader.
“Bedanya PDIP tuh begitu. Semakin ditekan, semakin dia mengkonsolidasi. Salah hitung mereka,” tegasnya.
Dalam kesempatan itu, Ribka juga menyinggung sejumlah pihak yang dulunya pernah berjuang bersama, namun kini dinilai telah berkompromi dengan kekuatan yang sebelumnya dianggap menindas.
“Kan di sana juga banyak teman-teman dulu, PRD-PRD. Ya kan dulu kita berjuang bersama lho sama mereka. Perlu saya sebut satu-satu? Tapi kan mereka bisa berkompromi dengan penculiknya. Kalau saya nggak bisa kayak gitu. Ini kan sikap politik, biar beda,” pungkasnya.
Saat ditanya soal sosok yang menarget PDIP, Ribka enggan mengungkapkannya, dan mengaku hanya untuk konsumsi internal.
“Enggak usahlah, ini untuk kami saja,” ujar Ribka kepada Kompas.com, Selasa (29/7/2025).
“Buat kami suatu cambuk untuk terus bergerak dan berjuang,” ucap Ribka.
Terbit di Tribunnews