Prabowo Beri Amnesti, MegaPro Bersemi Kembali

Keputusan Presiden Prabowo memberi amnesti kepada Hasto Kristiyanto jelang Kongres VI PDIP disebut demi merebut hati Megawati. Akankah MegaPro bersemi kembali di koalisi? Adakah deal-deal politik menuju 2029?
***
Suguhan jajanan pasar wajik dan lemper menyambut Sufmi Dasco Ahmad dan Prasetyo Hadi ketika tiba di Nogo Bali Ikat Center, Sanur, Bali, Kamis (31/7) sore sekitar pukul 15.30 WITA. Mereka pun duduk meriung di sudut ruangan bersama sang tuan rumah, Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri, ditemani kedua anaknya yang juga elite PDIP: Prananda Prabowo dan Puan Maharani.
Kepada sahibulbait, Wakil Ketua DPR dan Mensesneg itu menyampaikan langsung pesan Presiden Prabowo Subianto yang telah menyetujui pemberian amnesti untuk Sekjen PDIP 2014-2025, Hasto Kristiyanto. Prabowo menggunakan kewenangannya sesuai Pasal 14 ayat (2) UUD 1945. Megawati semringah.
Persetujuan amnesti Hasto diteken Prabowo dalam Surat Presiden nomor R42/PRES/07/2025 kepada DPR RI tertanggal 30 Juli. Hasto sebelumnya divonis 3,5 tahun penjara dalam kasus suap komisioner KPU untuk meloloskan Harun Masiku sebagai anggota DPR 2019-2024.

Setelah pertemuan sekitar 1 jam, Dasco dan Prasetyo kembali ke Jakarta, lalu menuju Istana Negara bertemu Prabowo. Selepas petang, mereka menggelar rapat konsultasi antara pemerintah dengan pimpinan DPR untuk finalisasi. Menteri Hukum Supratman Andi Agtas ikut hadir dalam rapat itu.
Seusai rapat, Dasco, Prasetyo, dan Supratman bergeser ke DPR untuk menggelar konferensi pers pada Kamis (31/7) malam. Dasco mengumumkan persetujuan DPR terkait pemberian amnesti untuk Hasto dan 1.177 napi lainnya, juga abolisi kepada eks Mendag Thomas Trikasih Lembong di kasus korupsi impor gula.
Sumber kumparan di komisi hukum DPR menyebut, pemberian amnesti tidak menghapus perbuatan pidana Hasto, hanya saja ia tidak perlu menjalani vonis penjara karena telah diampuni. Sedangkan bagi Thomas Lembong, keputusan abolisi menghentikan segala proses hukum terhadapnya dan kasusnya dianggap tidak pernah ada.
“Kita ingin ada persatuan dan dalam rangka untuk perayaan 17 Agustus. Jadi itu yang paling utama, yang kedua adalah kondusivitas dan merajut rasa persaudaraan di antara semua anak bangsa,” ujar Supratman menjelaskan alasan pemberian amnesti dan abolisi di kompleks DPR RI, Senayan, Jakarta.
Beberapa jam sebelum konpers itu, Dasco menghubungi sejumlah perwakilan fraksi di DPR. Mereka yang sedang reses sejak 24 Juli dan berada di daerah pemilihan (dapil), diminta segera datang ke Jakarta. Sumber petinggi parpol di koalisi Prabowo menyatakan, kehadiran perwakilan fraksi untuk menunjukkan bahwa seluruh parpol di Koalisi Indonesia Maju (KIM) menyetujui langkah Prabowo.

Walau terkesan mendadak, rencana pemberian amnesti untuk Hasto sebenarnya sudah didengar oleh elite PDIP beberapa hari sebelumnya. Sumber kumparan menyatakan, elite-elite PDIP telah mendapat kabar amnesti pada 27 Juli atau hanya berselang dua hari setelah Hasto divonis.
Saat itu, Dasco baru saja menghadap Prabowo di Hambalang, Bogor. Informasi tersebut kemudian diteruskan kepada Megawati, Puan, dan Prananda. Sehingga terciptalah pertemuan di Sanur, Bali, pada 31 Juli. Sehari setelahnya, Jumat (1/8), Hasto bebas usai Prabowo meneken Keppres amnesti. Ia berterima kasih kepada Megawati dan Prabowo atas amnesti tersebut.
Keesokan harinya, Sabtu (2/8), Hasto hadir saat Megawati tengah memberi pidato politik di penutupan Kongres ke-6 PDIP di Bali Nusa Dua Convention Center. Hasto naik ke panggung dan mencium tangan Megawati. Tangis Mega pun pecah.
“Saya tadinya berdoa, tapi saya tidak terlalu berharap bahwa yang namanya Pak Hasto berada kembali di keliling kita,” kata Megawati yang disambut riuh ribuan kader PDIP.

Merebut Hati Megawati
Pemberian amnesti kepada Hasto yang terjadi sebelum Kongres ke-6 PDIP di Bali pada 1-2 Agustus tak bisa lepas dari kepentingan politik. Prabowo seperti ingin merebut hati Megawati yang sebelumnya sangat terpukul dengan kasus Hasto.
“Nuansa politisnya kental, ini [untuk] menjaga relasi dengan Teuku Umar (kediaman Megawati)” ujar Direktur Eksekutif Trias Politika Strategis, Agung Baskoro, kepada kumparan di Jakarta, Jumat (1/8).
Sumber kumparan di jajaran elite Gerindra mengatakan, pemberian amnesti kepada Hasto sebagai cara Prabowo untuk menegaskan bahwa penegakan hukum di eranya tidak berada di bawah pengaruh Presiden ke-7 RI, Joko Widodo (Jokowi).
Sebab kasus Hasto kerap dikaitkan dengan posisinya yang berseberangan terhadap Jokowi. Mulai dari kritik Hasto soal ambisi Jokowi untuk memimpin 3 periode; manipulasi hukum untuk meloloskan putra sulungnya, Gibran Rakabuming Raka, sebagai cawapres Prabowo; hingga pemecatan Jokowi dan keluarganya sebagai kader PDIP di akhir 2024.

Masih menurut sumber kumparan, Prabowo bahkan sempat geram kepada elite partainya usai Hasto ditahan KPK pada Februari lalu. Penahanan Hasto dianggap bisa menjadi kerikil bagi hubungan baik Prabowo dan Megawati. Padahal bagi Ketua DPP Gerindra Hendarsam Marantoko, hubungan Prabowo dan Megawati dalam politik seperti kakak-adik. Begitu pula dengan hubungan Gerindra dan PDIP sebagai partai nasionalis kerakyatan.
Atas hal itu, Prabowo pun disebut menyampaikan keprihatinannya terkait kasus Hasto saat bertemu Megawati pada 7 April. Hingga akhirnya tiga bulan kemudian, jelang Kongres VI PDIP, Prabowo memberikan amnestinya kepada Hasto.
Sumber menyebut amnesti itu sekaligus untuk meluluhkan hati Megawati dan PDIP agar bergandengan tangan dengan pemerintah. Seperti yang pernah terjadi di Pilpres 2009 saat Megawati dan Prabowo berpasangan, menciptakan duet MegaPro.

Namun Dasco membantah pemberian amnesti untuk tendensi keinginan politik tertentu. “Kami lebih mengedepankan silaturahmi dan kekeluargaan saja,” ujar Dasco pada kumparan, Minggu (3/8).
Sebelum adanya keputusan amnesti, gelaran kongres PDIP di Bali berlangsung senyap. Amatan kumparan di lapangan, tak nampak spanduk maupun umbul-umbul kongres PDIP di sepanjang jalanan Bali. Jauh berbeda dibanding gelaran kongres-kongres PDIP sebelumnya yang juga digelar di Bali.
Bahkan beberapa hari jelang pembukaan, ribuan kader PDIP–yang sudah berkumpul di Bali sejak 29 Juli–masih menutup rapat-rapat informasi soal kongres. Mereka mengaku hadir di Bali untuk mengikuti bimbingan teknis (bimtek) bagi seluruh anggota DPR dan DPRD dari PDIP di Hotel The Meru Sanur, Rabu (30/7).
Sumber kumparan di elite PDIP berujar, saat bimtek itulah Megawati sekaligus diminta kesediaan untuk kembali menjadi Ketum PDIP. Momen itu sempat membuat Megawati menitikan air mata. Bagi para kader, air mata Megawati itu tak lepas dari kondisi PDIP yang dikhianati Jokowi. Pada akhirnya, Megawati menerima permintaan para kader.

Geliat kongres PDIP sedikit mulai terbuka setelah pengumuman pemberian amnesti untuk Hasto dan pertemuan Dasco dengan Megawati. Kongres ke-6 PDIP akhirnya digelar pada 1 Agustus, setelah sebelumnya kerap tertunda. Namun lokasinya bergeser dari Sanur ke Nusa Dua. Kongres lantas mengukuhkan kembali Megawati sebagai ketum. Lalu pada Sabtu (2/8), barulah Megawati menyampaikan pidato politik secara terbuka.
Ketua Steering Committee Kongres ke-6 PDIP, Komarudin Watubun, mengatakan acara tersebut terkesan tertutup sebagai langkah antisipatif terhadap potensi gangguan. Meski begitu, Komarudin tak menyebut siapa pihak yang berpotensi mengganggu.
“Ibu [Megawati] selalu menyampaikan ada yang ingin mengobok-obok partai. Sebagai partai, tentu kita juga mengantisipasi karena tidak semua orang suka dengan kita,” ucap Komarudin di Bali, Minggu (3/8).
Namun menurut Agung Baskoro, kekhawatiran potensi gangguan itu kemungkinan dialamatkan kepada mantan kader PDIP, Jokowi. Ia menyinggung soal adanya upaya pembegalan Partai Demokrat; konflik internal PPP; hingga menjabatnya Bahlil Lahadalia sebagai Ketum Golkar menggeser Airlangga Hartarto di era Presiden Jokowi.

Menurut Agung, kejadian-kejadian itulah yang membuat PDIP belajar akan bahaya jika kongres partai digembar-gemborkan. Situasi pun mulai berubah usai Prabowo memberi amnesti kepada Hasto.
“Artinya ada garansi dari Pak Presiden…Garansi itu yang penting dan saya lihat Ibu Mega, Mbak Puan, Mas Prananda waktu ditemui Pak Dasco jadi happy, plong,” kata Agung.
Sementara Direktur Eksekutif Charta Politika Yunarto Wijaya berpandangan, kongres PDIP seakan tertutup kemungkinan terkait pemberian amnesti. “Karena proses amnesti mungkin akan sulit berjalan mulus kalau kemudian orang mengaitkan dengan kongres [PDIP] yang sudah diketahui sebelumnya,” ujar Yunarto.
PDIP Gabung Koalisi Prabowo?
Pemberian amnesti kepada Hasto oleh Prabowo memunculkan spekulasi mengenai arah politik PDIP ke depan. Sumber petinggi Gerindra meyakini PDIP bakal bergabung ke kabinet Prabowo. Namun ia tak memungkiri ada ganjalan Megawati masuk ke koalisi karena sosok Menteri Perumahan dan Kawasan Permukiman, Maruarar Sirait, yang notabene eks kader PDIP. Sehingga ia menilai segalanya masih dinamis.
Adapun sumber elite parpol di KIM tak mempermasalahkan jika PDIP gabung ke kabinet Prabowo. Menurutnya, hal tersebut sebagai konsekuensi dari sikap Prabowo yang ingin merangkul semua pihak. Alhasil partai-partai di KIM harus rela berbagi posisi.
Sementara itu sumber lain di elite PDIP mengakui Prabowo telah beberapa kali menawarkan PDIP untuk mengisi posisi di kabinet. Seorang elite menyebut, PDIP telah mengajukan tiga nama kepada Prabowo untuk posisi menteri yakni Bendahara Umum PDIP Olly Dondokambey, Ketua DPP PDIP Azwar Anas, dan seorang pengusaha.

Khusus Azwar, eks Bupati Banyuwangi itu bakal diplot mengisi posisi MenPAN-RB. Azwar sebelumnya telah menjabat MenPAN-RB periode 2022-2024. Walau demikian, ucap sumber itu, semua tergantung Megawati. Menurutnya jika bukan kader, PDIP juga bisa masuk kabinet melalui proksi atau pihak yang terafiliasi.
Sejauh ini Megawati menegaskan sikap PDIP bukan oposisi, tetapi juga tidak bergabung dengan koalisi pemerintahan. Megawati menyatakan posisi PDIP sebagai partai penyeimbang.
“Kita adalah partai ideologis, yang berdiri di atas kebenaran, berpihak pada rakyat, dan bersikap tegas sebagai partai penyeimbang, demi menjaga arah pembangunan nasional tetap berada di dalam rel konstitusi dan kepentingan rakyat banyak,” ucap Megawati saat pidato politik di Kongres VI PDIP, Bali, Sabtu (2/8).
Ia menegaskan PDIP akan mendukung setiap kebijakan pemerintah yang berpihak pada rakyat. “Namun kita juga akan bersuara lantang dan bertindak tegas terhadap setiap penyimpangan dari nilai-nilai Pancasila, keadilan sosial, amanat penderitaan, dan hukum yang berkeadilan,” imbuhnya.

Hendarsam berpendapat tak masalah jika PDIP memilih berada di luar pemerintahan. PDIP bisa berfungsi sebagai check and balances pemerintah.
Sementara itu Agung menilai terminologi penyeimbang dipakai agar PDIP tidak terkesan vulgar berubah arah jika nantinya bergabung ke kabinet Prabowo. Terminologi penyeimbang pernah dipakai Demokrat di era Jokowi hingga kemudian Agus Harimurti Yudhoyono bergabung ke kabinet sebagai Menteri ATR.
“Ada banyak relasi positif dan strategis yang dilakukan PDIP bersama pemerintah. Sehingga itu menebalkan PDIP sekarang lebih berperan sebagai mitra strategis pemerintah dalam proporsi mungkin 70-80%” kata Agung.
Di sisi lain Yunarto berpendapat PDIP akan tetap berada di luar pemerintahan walau Hasto sudah diberi amnesti. Menurutnya, Megawati punya prinsip bahwa siapa pun yang kalah dalam Pilpres tidak boleh masuk ke dalam barisan koalisi. Ia menilai PDIP bakal memainkan perannya sebagai partai penyeimbang yang objektif.

“Tembok penghalang yang sempat terjadi antara PDIP dengan Gerindra atau Prabowo ketika Hasto menjadi tersangka sudah cair. Paling tidak Prabowo bisa menerima keberadaan PDIP di luar pemerintahan tanpa curiga ini akan menjadi batu sandungan. PDIP juga lebih bisa memposisikan diri secara objektif menjadi partai penyeimbang bukan karena dendam sejarah yang mengorbankan sekjennya, tapi lebih kepada isu-isu yang memang bisa dikritisi,” jelas Yunarto.
Adapun Dasco menegaskan tidak ada politik barter dengan PDIP terkait pemberian amnesti untuk Hasto. Ia menyatakan PDIP akan membantu pemerintahan Prabowo dari luar kekuasaan, sedangkan Gerindra bakal tetap menganggap PDIP sebagai saudara. Kedua partai saling menjaga komunikasi dan silaturahmi.
“Tidak ada tawar-menawar ada yang mendukung pemerintahan, kemudian ada yang masuk di kabinet dalam hal pemberian amnesti ini,” ucap Dasco.
Melepas Bayang-bayang Jokowi
Langkah Prabowo yang memberi amnesti bagi Hasto dan abolisi ke Tom Lembong dinilai semakin menunjukkan bahwa eks Danjen Kopassus itu telah lepas dari bayang-bayang Jokowi. Agung menduga keputusan Prabowo bakal membuat Jokowi kecewa.
“Saya lihat Solo (Jokowi) kecewa, pasti… karena yang dibebaskan ini lawan-lawan politiknya Solo. Sekaligus Pak Prabowo ingin bilang ‘Gaya kepemimpinan saya berbeda, lho. Gaya kepemimpinan saya cenderung merangkul’. Kalau gaya kepemimpinan Solo cenderung ‘memukul’,” kata Agung.
Kekecewaan tersebut berisiko semakin besar apabila diikuti dengan perombakan kabinet yang menyasar menteri-menteri yang selama ini dianggap sebagai representasi Jokowi. Sumber kumparan di elite Gerindra mengatakan salah satu menteri yang tengah dievaluasi adalah Menteri Koperasi Budi Arie.
“Kalau memang Budi Arie digeser, akan ada penyesuaian poros Solo dengan poros Teuku Umar,” ucap Agung.

Meski demikian, jika benar terjadi penyesuaian jatah di kabinet, Agung menilai bukan berarti kekuatan politik Jokowi terkikis. Sebab masih ada Gibran sebagai wapres yang punya peranan penting. Di samping itu masih ada beberapa menteri yang dianggap representasi Jokowi seperti Menko PMK Pratikno, Menhut Raja Juli Antoni, hingga Menteri BUMN Erick Thohir.
“Prabowo ingin berkomunikasi dengan semua poros, memelihara mereka semua. Dirangkul, diperhatikan. Tidak ada yang terlalu besar mendapat perhatian, tidak ada anak emas, anak kandung, anak tiri,” kata Agung.
Senada, Yunarto melihat gaya politik Prabowo tidak akan kasar dengan menyingkirkan kelompok Jokowi di kabinet. Sebab menurutnya Prabowo masih fokus merangkul seluruh kekuatan politik.
Bahkan termasuk kepada kelompok Anies yang selama ini dianggap paling berseberangan, melalui pemberian abolisi kepada Tom Lembong. Dengan memiliki bargaining politik yang tinggi, kata Yunarto, Prabowo bisa lebih leluasa untuk memilih koalisi politik di Pilpres 2029 mendatang.
“Dia bisa dengan PAN, bisa dengan Golkar, bisa tetap dengan Gibran, bahkan bukan tidak mungkin dia bisa saja dengan PDI Perjuangan,” kata Yunarto.

Sumber kumparan di elite PDIP mengaku pemberian amnesti bagi Hasto juga membuka komunikasi politik menuju 2029. Ia menyebut ada kemungkinan kader PDIP mengisi posisi cawapres Prabowo. Sumber lain di elite Gerindra menyatakan resistensi yang tinggi terhadap Gibran membuat Prabowo kemungkinan mencari figur cawapres lain di Pilpres 2029.
Sumber Gerindra itu menyebut, keputusan Prabowo bersama Gibran di Pilpres 2024 merupakan strategi untuk memperbesar potensi kemenangan. Sebab ketika itu Jokowi masih memegang kendali mulai dari aparat hingga logistik. Di samping itu Gibran sebagai jalan tengah bagi seluruh partai KIM, sekaligus demi menarik pemilih muda yang jumlahnya mencapai 107 juta jiwa.
Di sisi lain Jokowi menghormati keputusan pemberian amnesti dan abolisi itu. Ia menegaskan hal itu merupakan hak prerogatif presiden yang diberikan UUD 1945.

Adapun loyalisnya, Silfester Matutina, menyatakan Jokowi tidak pernah menyodorkan nama menteri-menteri ke Prabowo. Sehingga jika nama-nama tersebut terkena reshuffle, kata Silfester, itu tidak ada kaitannya dengan Jokowi. Ia pun tak masalah apabila PDIP memutuskan masuk ke kabinet Prabowo.
“Demi kebaikan bangsa,” kata Silfester.
Sementara itu Hendarsam menyebut Prabowo selalu berusaha menempatkan dirinya di tengah, sebagai presiden bagi semua kelompok. Ia membantah bila Prabowo disebut ingin menyingkirkan pihak tertentu.
“Pak Prabowo dekat dengan siapa saja. Dia dekat dengan Pak SBY, dekat dengan Bu Mega, dekat dengan Pak Jokowi. Pak Prabowo menempatkan dirinya di tengah,” tutupnya.
Terbit di Kumparan Plus