Penghapusan “Presidential Threshold” Bisa Jadi Tantangan Prabowo jika Maju Periode Kedua

Penghapusan presidential threshold disebut bisa menjadi tantangan bagi Presiden Prabowo Subianto ketika hendak maju kembali sebagai calon presiden pada Pilpres 2029 untuk periode kedua. Direktur Eksekutif Trias Politika Strategis Agung Baskoro mengatakan, hal tersebut tidak terlepas dari terbukanya peluang bagi setiap partai untuk mengusung sendiri kandidatnya pada Pilpres tanpa harus berkoalisi.
Peniadaan ambang batas ini telah memberikan stimulus bagi partai politik dan calon potensial untuk lebih aktif berpartisipasi dalam Pilpres, sehingga menjadi lebih kompetitif. “Penghapusan presidential threshold ini juga memberi stimulus bagi partai untuk mempersiapkan kader-kader terbaiknya agar bisa maju dalam pilpres. Realitas politik ini baik secara langsung atau tidak, membuat partai lebih hidup dalam menjalankan fungsi rekrutmen politik, pendidikan politik, kaderisasi politik, hingga seleksi politik yang merit di internal,” ujar Agung, kepada Kompas.com, Senin (13/1/2025).
Kondisi tersebut, kata Agung, membuat Presiden Prabowo harus mampu meningkatkan kinerja pemerintahannya.
Hal ini diperlukan demi menjaga elektabilitasnya hingga pelaksanaan Pilpres mendatang. “Secara elektoral bagi petahana, yakni Presiden Prabowo, mau tak mau, tak ada pilihan, beliau harus menggenjot habis-habisan kinerja pemerintahan Kabinet Merah Putih untuk menjamin elektabilitasnya terjaga sekaligus punya peluang besar terpilih lagi di periode kedua,” kata Agung.
Di samping itu, terbukanya peluang bagi para menteri yang berstatus ketua umum partai politik untuk berkontestasi juga menjadi tantangan tersendiri bagi Prabowo.
Namun, lanjut Agung, persoalan itu tergantung kepada relasi politik antara Prabowo dengan wakilnya, Gibran Rakabuming Raka, dan juga para menterinya. “Itu baru kelihatan minimal setelah tahun ke-3 atau jelang tahun ke-4 pemerintahan Prabowo-Gibran. Karena di masa itu mulai tampak kondisi relasi antara Prabowo dengan Gibran, kemudian Prabowo dengan para menteri yang notabene banyak yang ketua umum partai, yang potensial maju capres karena punya tiket. Kemudian dengan PDI-P maupun tokoh-tokoh oposisi seperti Anies,” kata Agung. “Di luar itu, ujungnya siapapun kandidat capres yang maju akan dihadapkan pada dua hal, yakni soal elektabilitas dan isi tas atau logistik. Mereka yang maju nantinya adalah figur yang mumpuni atas keduanya,” pungkas dia.
Sumber: Kompas