Membaca Kepentingan Politik di Balik Pertemuan Prabowo-Jokowi

Presiden Prabowo Subianto menerima Presiden ke-7 RI, Joko Widodo (Jokowi), di kediaman pribadinya di Jalan Kertanegara, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Sabtu (4/10/2025). Pertemuan yang berlangsung selama dua jam itu digelar sehari sebelum peringatan Hari Ulang Tahun (HUT) ke-80 Tentara Nasional Indonesia (TNI).
Menteri Sekretaris Negara (Mensesneg), Prasetyo Hadi, mengungkapkan bahwa pertemuan tersebut membahas beragam hal penting, termasuk sejumlah persoalan kebangsaan dan gagasan mengenai arah masa depan Indonesia. Prabowo dan Jokowi juga saling bertukar pandangan untuk merespons tantangan yang dihadapi bangsa saat ini.
“Tentu banyak hal yang dipercakapkan mengenai masalah-masalah kebangsaan. Termasuk, memberikan masukan ke depan sebaiknya seperti apa untuk beberapa hal,” kata Prasetyo saat ditemui usai acara HUT TNI di Monas, Jakarta, Minggu (5/10/2025).
Meski membahas berbagai isu penting, Prasetyo menegaskan bahwa pertemuan itu pada dasarnya merupakan ajang silaturahmi. Menurutnya, Prabowo dan Jokowi memang kerap bertemu.
“Kalau Pak Prabowo berkesempatan ke Jawa Tengah, beliau yang mampir. Kebetulan Pak Presiden ke-7, Pak Jokowi [sedang] ada di Jakarta, ya sudah, janjian ketemu waktunya makan siang,” jelasnya.
Ini adalah kali kesekian Prabowo dan Jokowi bertemu sejak Prabowo dilantik sebagai Presiden RI pada Oktober 2024. Keduanya sempat bertemu di kediaman Jokowi di Surakarta pada Juli 2025. Pertemuan itu digelar sebelum Prabowo menghadiri Kongres Partai Solidaritas Indonesia (PSI) di Universitas Muhammadiyah Surakarta.
Isu Kerenggangan Hubungan
Pertemuan Sabtu lalu berlangsung di tengah spekulasi mengenai merenggangnya hubungan antara Jokowi dan Prabowo. Isu ini mencuat seiring sejumlah peristiwa politik yang terjadi belakangan, terutama setelah reshuffle Kabinet Merah Putih pada pertengahan September lalu.
Dalam perombakan tersebut, beberapa menteri yang dikenal dekat dengan Jokowi, seperti Budi Arie dan Abdul Kadir Karding, diberhentikan dari jabatannya. Langkah ini menimbulkan interpretasi bahwa loyalis Jokowi mulai disingkirkan dari lingkaran kekuasaan.
Analis dari Indonesia Political Opinion (IPO), Dedi Kurnia Syah, menilai pencopotan itu berfungsi untuk meredam pengaruh dari tokoh-tokoh dekat Jokowi. Karenanya, Dedi menilai bukan tak mungkin terjadi lagi perombakan kabinet yang menyasar menteri atau wakil menteri yang dikenal dekat Jokowi.
“Ke depan, bukan tidak mungkin akan ada reshuffle lanjutan menyasar kader-kader PSI dan akhirnya loyalis Jokowi benar-benar bersih tersingkir dari kabinet saat ini,” terang Dedi kepada Tirto, Jumat (19/9/2025).

Jokowi sendiri merespons santai terkait reshuffle tersebut. Dia menegaskan bahwa pergantian menteri merupakan hak prerogatif Presiden Prabowo dan menyatakan bahwa dirinya tidak dimintai pendapat maupun saran.
“[Pak Prabowo minta saran sebelum reshuffle?] Enggak, enggak, itu hak prerogatif presiden dan saya juga di Solo terus,” ungkap Jokowi kepada Detik, Jumat (12/9/2025).
Namun demikian, anggapan bahwa reshuffle tersebut bermuatan politis dibantah oleh Menteri Sekretaris Negara, Prasetyo Hadi. Dia menegaskan bahwa tidak ada representasi pihak tertentu dalam Kabinet Merah Putih.
“Enggak ada orang siapa-orang siapa, adalah orang putra terbaik bangsa Indonesia,” tegasnya.
Lalu, apa pesan yang bisa dilihat dari pertemuan Prabowo dan Jokowi kemarin?
Sinyal Hubungan Prabowo-Jokowi Terjaga
Selain isu reshuffle, hubungan Prabowo dan Jokowi juga diterpa beberapa polemik lain, seperti isu pergantian Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo yang selama ini dikenal sebagai figur yang dekat dengan Jokowi, serta polemik berkepanjangan soal dugaan ijazah palsu. Isu-isu ini menambah spekulasi bahwa hubungan keduanya mengalami ketegangan.
Namun, sejumlah pengamat politik menilai pertemuan antara Prabowo dan Jokowi justru menjadi sinyal bahwa relasi keduanya tetap terjaga, meski dinamika juga terjadi.
Direktur Eksekutif Trias Politika Strategis, Agung Baskoro, menyebut bahwa pertemuan itu menunjukkan bahwa hubungan kedua tokoh masih berjalan dengan baik. Menurutnya, meskipun ada pasang surut dalam relasi politik mereka, terutama terkait reshuffle dan isu-isu lain, tidak tampak adanya ketegangan yang signifikan.
“Pertemuan antara Presiden Prabowo dengan Pak Jokowi menegaskan bahwa hubungan keduanya baik-baik saja, walaupun ada dinamika yang pasang surut relasi ketika reshuffle,” ujar Agung saat dihubungi Tirto, Senin (6/10/2025).
Senada dengan itu, pengamat politik sekaligus Dosen Ilmu Pemerintahan dari Universitas Islam Riau, Agung Wicaksono, menilai pertemuan tersebut sebagai langkah penting dalam menjaga komunikasi politik antara dua figur besar. Meski demikian, Agung Wicaksono tak mengelak bahwa setelah setahun pemerintahan berjalan, mulai ada pergeseran dinamika politik antara Prabowo dan Jokowi.
“Setelah setahun pemerintahan berjalan, dinamika politik mulai berubah—beberapa orang dekat Jokowi sudah tak lagi di lingkar kekuasaan, sementara Prabowo mulai menata gaya kepemimpinan dan timnya sendiri,” ujarnya saat dihubungi Tirto, Senin (6/10/2025).

Agung Wicaksono menambahkan, jika dilihat dari hubungan keduanya, di awal masa pemerintahan, Jokowi dan Prabowo masih terlihat berada dalam posisi yang relatif setara. Jokowi saat itu masih memiliki pengaruh besar melalui jejaring politik serta loyalis-loyalisnya yang tersebar di berbagai institusi.
Namun, Prabowo kini telah mengambil alih kendali pemerintahan sepenuhnya dan mulai memperkuat posisi politiknya sendiri. Meski begitu, pengaruh Jokowi dinilai belum sepenuhnya hilang. Dia masih memiliki jejaring dan simpatisan yang kuat di berbagai level, termasuk di partai politik dan birokrasi.
“Karena itu, saya melihat hubungan mereka sekarang bersifat tidak setara, tapi saling membutuhkan. Prabowo butuh stabilitas politik, sementara Jokowi masih ingin memastikan warisan politik dan ekonominya tidak sepenuhnya ditinggalkan,” ujarnya.
Simbol Prabowo Masih Hormati Jokowi
Musfi Romdoni, analis sosio-politik dari Helios Strategic Institute, menilai ada banyak tafsiran atas pertemuan Prabowo dan Jokowi, apalagi pertemuannya terjadi setelah beberapa peristiwa politik. Namun, terlepas dari berbagai spekulasi, Musfi melihat pertemuan itu sebagai sinyal kuat bahwa Prabowo menunjukkan rasa hormat yang besar kepada Jokowi.
Menurut Musfi, Prabowo sejak dulu dikenal sebagai sosok yang menghargai orang-orang yang pernah berjasa dalam hidupnya.
“Di luar berbagai kontroversi yang ada, adalah fakta bahwa Jokowi memiliki peran besar dalam membuat Prabowo menjadi Presiden Republik Indonesia, cita-cita yang didambakan Prabowo selama ini,” ujarnya saat dihubungi Tirto, Senin (6/10/2025).
Lebih jauh, Musfi menyoroti fakta bahwa sejauh ini tidak terlihat adanya pertemuan khusus antara Prabowo dengan mantan presiden lain, seperti Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) atau Megawati Soekarnoputri. Hal ini, menurutnya, menguatkan kesan bahwa Jokowi memiliki tempat khusus di mata Prabowo sebagai tokoh yang sangat dihormati.
“Kalau kita bisa konfirmasi, Prabowo tidak ada pertemuan khusus dengan mantan presiden lainnya, misalnya dengan SBY atau Megawati. Ini artinya Jokowi adalah sosok yang begitu dihormati Prabowo,” ujarnya.
Terkait hubungan kekuasaan di antara keduanya saat ini, Musfi secara tegas menyebut bahwa posisi mereka tidak lagi setara. Secara formal dan struktural, Prabowo kini adalah Presiden RI sehingga pengaruh politiknya tentu lebih besar dari Jokowi. Dia menilai memang sudah terlihat sinyal bahwa Prabowo mulai keluar dari bayang-bayang Jokowi, meski langkah itu dilakukan dengan sangat hati-hati dan bertahap.
“Pada awalnya, saya mengira Prabowo akan melakukan rotasi secara langsung, tapi ternyata Prabowo ini tipikal pemimpin yang melakukan rotasi secara perlahan. Sepertinya, Prabowo sadar kalau langsung mengganti orang-orang Jokowi akan menimbulkan gejolak besar. Oleh karenanya, Prabowo mengganti secara perlahan dan bertahap,” ujarnya.
Posisi Politik Jokowi Terdesak?
Pengamat politik yang juga Dosen Ilmu Politik dan Pemerintahan FISIP Universitas Terbuka, Insan Praditya Anugrah, menilai pertemuan Jokowi dan Prabowo bukan sekadar ajang silaturahmi, melainkan bagian dari strategi lobi politik yang dirancang oleh Jokowi.
Menurut Insan, Jokowi saat ini berada dalam posisi yang lebih terdesak sehingga perlu mengambil inisiatif politik dengan menemui Prabowo secara langsung.
“Dari segi posisi tawar, jelas secara simbolis Jokowi saat ini mulai terpojok dan tak lagi sebanding dengan Prabowo, hal itu membuat dirinya harus berinisiatif ‘menghadap’ Prabowo untuk melakukan lobi,” ujarnya kepada Tirto, Senin (6/10/2025).
Salah satu isu utama yang kemungkinan besar dibahas adalah posisi Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka yang belakangan mulai menuai banyak kritik dan desakan pemakzulan. Selain itu, polemik mengenai keaslian ijazah juga menghantui bapak-anak itu.

Berdasarkan analisis Insan, ada kemungkinan bahwa Jokowi tengah mencoba menawarkan solusi atau kesepakatan yang memiliki nilai tawar bagi Prabowo sebagai politisi, khususnya dalam kaitannya dengan dukungan terhadap pasangan Prabowo-Gibran untuk maju kembali dalam Pilpres 2029 mendatang.
“Selain itu, orang-orang Jokowi yang masih berada di kabinet, seperti Bahlil Lahadalia, juga menjadi bargaining chip bagi Jokowi. Karena, Bahlil memiliki mesin politik Partai Golongan Karya yang memiliki suara kedua terbesar di Indonesia,” ujarnya.
Lalu, apa kepentingan politik Jokowi ke depannya?
Membaca Arah Politik Jokowi Ke Depannya
Dalam pandangan Musfi, arah kepentingan politik Jokowi ke depan juga semakin terlihat. Salah satu sinyal kuat yang dia soroti adalah pernyataan Jokowi yang meminta para relawannya mendukung Prabowo-Gibran untuk dua periode. Menurutnya, itu adalah “kode keras” bahwa Jokowi mendorong Gibran untuk kembali maju dalam Pilpres 2029.
“Terkait kepentingan Jokowi, kita bisa membaca sinyalnya pada pernyataan Jokowi yang meminta relawannya mendukung Prabowo-Gibran dua periode. Pernyataan itu adalah kode keras untuk mengatakan Gibran harus maju lagi di Pilpres 2029,” ujarnya.
Agung dari Trias Politika menilai Jokowi masih memiliki arah dan kepentingan politik yang kuat untuk masa depan. Salah satu indikasi yang terlihat adalah kemungkinan keterlibatannya dalam upaya membesarkan PSI agar bisa lolos ke DPR RI. Langkah ini juga diduga berkaitan dengan keinginan untuk menjaga dan melindungi kepentingan politik Keluarga Solo.
“Apakah atas nama dirinya karena ada masalah soal isu ijazah maupun atas nama Gibran karena berkelindan isu pemakzulan dan ijazah maupun kasus-kasus hukum yang bisa menjerat anggota keluarga Solo lainnya,” ujarnya.
Sementara itu, Agung dari UIR menilai saat ini Jokowi berada pada fase mempertahankan pengaruh, bukan lagi memegang kekuasaan langsung. Dia tentu ingin memastikan bahwa orang-orang dekatnya masih mendapat ruang dalam pemerintahan dan bahwa kebijakan-kebijakan besar yang pernah dia dorong tetap dilanjutkan.
“Jokowi berada pada fase mempertahankan pengaruh, bukan lagi memegang kekuasaan langsung. Dia tentu ingin memastikan bahwa orang-orang dekatnya masih mendapat ruang dalam pemerintahan dan bahwa kebijakan-kebijakan besar yang pernah dia dorong tetap dilanjutkan,” ujarnya.
Terbit di Tirto


