Internal PDIP Menghangat, Bambang Pacul Tersingkir dari Jateng

Pergantian struktur dalam sebuah organisasi partai politik adalah hal yang lumrah terjadi. Namun, pencopotan Bambang Wuryanto alias Bambang Pacul dari jabatan Ketua DPD PDI PerjuanganJawa Tengah layak menjadi sorotan.
Musababnya, setelah Reformasi 1998, Jawa Tengah selalu menjadi lumbung suara utama bagi PDI Perjuangan. Bahkan, provinsi ini acap disebut dengan istilah “Kandang Banteng”. Layaknya Manchester United di era keemasan Sir Alex Ferguson, PDIP tampil digdaya dan nyaris tak tergoyahkan di provinsi ini.
Pada Pemilu 2019, misalnya, di bawah besutan Bambang Pacul, PDI Perjuangan berhasil mengumpulkan 5,7 juta suara atau sekitar 29,7 persen dari total suara di Jawa Tengah. Dari 35 kabupaten dan kota di provinsi ini, PDIP meraih kemenangan di 28 daerah dengan rata-rata perolehan suara mencapai 31,2 persen.
Dalam Pemilu 2024, meski secara mengejutkan kalah di arena pilpres dan pilkada di wilayah yang selama ini menjadi basis kekuatannya, capaian PDI Perjuangan di Jawa Tengah tetap menunjukkan kekuatan signifikan. Pada pileg untuk DPR RI, PDI Perjuangan kembali menjadi partai dengan perolehan suara terbanyak di provinsi ini, yakni 5.191.487 suara.
PDI Perjuangan juga unggul di 8 dari 10 daerah pemilihan (dapil) di Jawa Tengah. Jika dilihat dalam skala nasional, kontribusi suara Jawa Tengah terhadap perolehan suara PDI Perjuangan secara keseluruhan sangat besar. Dari total 25.387.279 suara yang diperoleh PDI Perjuangan secara nasional, sekitar 20-an persennya disumbangkan oleh Jawa Tengah.
Kemenangan ini juga berkontribusi besar pada hattrick kemenangan PDI Perjuangan pada kontestasi pemilu secara nasional.
Banyak pihak menilai bahwa Bambang Pacul, yang telah menakhodai PDI Perjuangan Jawa Tengah selama satu dekade terakhir, layak mendapat apresiasi atas kontribusinya dalam menjaga mesin partai di provinsi ini.
Rekam Jejak Bambang Pacul
Bambang Pacul adalah politisi senior PDI Perjuangan. Lulusan Teknik Kimia Universitas Gadjah Mada (UGM) ini tercatat menjadi anggota DPR RI dari Fraksi PDI Perjuangan selama empat periode, yaitu pada 2004–2009, 2009–2014, 2014–2019, dan 2019–2024.
Kiprah Bambang Pacul di DPD PDI Perjuangan Jawa Tengah dimulai pada 2015, saat konferensi daerah (konferda) partai mengamanatkan posisi Ketua DPD kepadanya. Menukil situs resmi PDI Perjuangan Jawa Tengah, kepercayaan ini tak lepas dari perannya bersama Puan Maharani sebagai panglima tempur yang secara fenomenal memenangkan Ganjar Pranowo-Heru Sudjatmoko dalam Pilgub Jateng 2013.

Saat itu, pasangan yang hanya diusung PDI Perjuangan dan memiliki elektabilitas sekitar 3 persen itu secara mengejutkan berhasil mengalahkan petahana Bibit Waluyo dengan perolehan 48,82 persen suara. Selain itu, di bawah kepemimpinan Bambang Pacul, PDI Perjuangan juga berhasil memenangkan Ganjar Pranowo-Taj Yasin dalam Pilgub Jateng 2018.
Efektivitas mesin partai di bawah kepemimpinan Bambang Pacul juga mendapat apresiasi saat Pilpres 2019. Capres-cawapres yang diusung PDIP, Jokowi–Ma’ruf, meraih kemenangan besar di Jawa Tengah dengan 16,8 juta suara atau 77,29 persen. Surplus suara ini bahkan cukup untuk menutupi kekalahan di wilayah seperti Banten dan Sumatera.
Kenapa Bambang Pacul Dicopot dari Jabatannya?
Menukil pemberitaan Kompas.com, Ketua DPP PDI Perjuangan, Andreas Hugo Pareira, mengungkapkan bahwa pencopotan Bambang Pacul dari posisi Ketua DPD PDIP Jawa Tengah tertuang dalam Surat DPP Nomor 16 Tahun 2025 sebagai bagian dari konsolidasi struktural menjelang konferda dan konfercab partai.
Posisi Pacul saat ini digantikan oleh Ketua DPC PDI Perjuangan Surakarta, FX Hadi Rudyatmo, yang kini ditunjuk sebagai Plt Ketua DPD PDI Perjuangan Jawa Tengah.
Andreas menyebut pencopotan tersebut sejalan dengan aturan baru partai yang melarang kader PDI Perjuangan merangkap jabatan di struktur internal partai. Bambang Pacul saat ini menjabat sebagai Ketua Bidang Pemenangan Pemilu Legislatif di DPP PDI Perjuangan sehingga tidak diperkenankan lagi memegang jabatan di tingkat daerah.
Pakar politik yang juga menjabat sebagai Direktur Eksekutif Trias Politika Strategis, Agung Baskoro, menilai pencopotan Bambang Pacul dari posisi Ketua DPD PDI Perejuangan Jawa Tengah bisa dilihat dari dua sisi: alasan teknis dan alasan politis. Secara teknis, Agung menilai alasan penyegaran struktural dan aturan rangkap jabatan di internal partai bisa diterima.
“Karena Bambang Pacul saat ini menjabat sebagai Wakil Ketua MPR sekaligus Ketua Bidang Pemenangan Pemilu Legislatif DPP PDIP, sepertinya terlalu banyak beban secara organisasional. Itu alasan teknis, taktis,” ujarnya saat dihubungi Tirto, Jumat (22/8/2025).
Namun, boleh jadi juga ada alasan politik yang lebih mendalam, yaitu dinamika faksionalisasi di internal PDI Perjuangan. Agung menyebut Bambang Pacul lebih dekat dengan faksi Puan Maharani, sementara arah partai kini menguat ke faksi lain yang dipimpin Hasto Kristiyanto dan Prananda Prabowo.
Lebih jauh, Agung menyebut kekalahan PDI Perjuangan di Pilpres 2024 dan Pilkada Jateng 2024 juga patut dipertimbangkan sebagai latar belakang penting. Bambang Pacul dinilai sebagai penanggung jawab tertinggi di daerah sehingga pencopotannya bisa dibaca sebagai bentuk sanksi politik.
Namun demikian, Agung menegaskan bahwa kekalahan tidak bisa sepenuhnya dibebankan pada Bambang Pacul seorang. Menurutnya, banyak faktor yang menyebabkan kekalahan dalam kontestasi politik, termasuk kekuatan lawan.
Meski begitu, dalam konteks struktur partai dan rantai komando, Bambang Pacul sebagai Ketua DPD PDI Perjuangan Jawa Tengah tetap menjadi sosok yang paling mudah diposisikan sebagai pihak yang bertanggung jawab
“Supaya di Jateng, kandang banteng bisa terwujud lagi. Tidak seperti sebelumnya. Walaupun kita harus tahu kondisinya PDIP kalah di Jateng karena di 2024 itu dikeroyok sana-sini. Jadi, menurut saya alasan politiknya lebih ke beda faksi dan kalah banyak di perhelatan elektoral 2024,” ujarnya.

Sebelumnya, dalam kongres PDI Perjuangan awal Agustus lalu, Megawati Soekarnoputri memang menyinggung kekalahan PDI Perjuangan di Jawa Tengah, baik dalam pilpres maupun pilgub, dan mengingatkan para kader untuk bekerja lebih maksimal agar kekalahan serupa tidak terulang.
“Jawa Tengah itu mana Jawa Tengah? Awas loh jangan memalukan saya lagi loh,” ujar Megawati dalam pidato politiknya di Kongres ke-6 PDI Perjuangan di Bali Nusa Dua Convention Center (BNDCC), Sabtu (2/8/2025).
Dalam Pilpres 2024, calon yang diusung PDI Perjuangan, yaitu Ganjar Pranowo-Mahfud MD, secara mengejutkan memang tumbang di Jawa Tengah. Pasangan itu hanya mendapatkan 34,35 persen suara di Jateng, tertinggal dari pasangan Prabowo-Gibran dengan perolehan 53,08 persen.
Kekalahan terulang pada Pilgub Jateng 2024. Calon yang diusung PDI Perjuangan, yaitu Andika Perkasa-Hendrar Prihadi (40,86 persen), tumbang saat berhadapan dengan pasangan Ahmad Luthfi-Taj Yasin Maimoen (59,14 persen).
Hukuman Politik?
Analis sosio-politik dari Helios Strategic Institute, Musfi Romdoni, menilai pencopotan Bambang Pacul dari posisi Ketua DPD PDI Perjuangan Jawa Tengah tidak semata-mata terkait kekalahan partainya dalam Pilpres dan Pilkada 2024 di provinsi tersebut. Menurut Musfi, isu kekalahan itu justru sebentuk kamuflase untuk menutupi alasan sesungguhnya di balik pergantian tersebut.
“Bambang Pacul bukan penentu calon yang diusung PDIP. Di pilpres, misalnya, Pacul tidak setuju terhadap Mahfud, tapi Megawati ingin Mahfud maju. Begitu pula di Pilkada Jateng. Kalau Pacul yang maju, mungkin PDIP yang menang. Tapi, PDIP justru memilih calon yang bukan primus interpares,” ujar Musfi saat dihubungi Tirto, Jumat (22/8/2025).
Musfi menilai pencopotan Bambang Pacul lebih merupakan upaya untuk membuatnya tidak nyaman, bahkan bisa dibaca sebagai bentuk hukuman politik. Dia menunjuk beberapa indikator yang mendasari pandangan tersebut.
Pertama, saat PDI Perjuangan bersikap keras terhadap Jokowi, Pacul justru tampil berbeda. Dia sempat memuji Jokowi dan menerima hasil Pilpres 2024 dengan lapang, meskipun banyak elite PDI Perjuangan mengecam jalannya pemilu dan mengkritik kemenangan Prabowo Subianto.
“Kedua, sejak tahun lalu santer ada isu Pacul ingin gabung PSI. Kabarnya Pacul melihat kehadiran Jokowi dapat mendongkrak PSI. Kalau bicara kalkulasi rasional, jika Pacul pindah ke PSI, mungkin dia akan menjadi penentu kebijakan strategis partai. Peran itu kan tidak didapatkan Pacul di PDIP,” ujar Musfi.
Dinamika di Internal PDI Perjuangan
Musfi juga menyoroti pergeseran dinamika internal di tubuh PDI Perjuangan. Menurutnya, dominasi faksi Puan Maharani mulai tergeser oleh faksi Prananda Prabowo. Sosok FX Hadi Rudyatmo, yang kini menjadi Plt Ketua DPD PDIP Jateng, disebut sebagai bagian dari faksi Prananda.
Musfi membaca langkah ini sebagai sinyal bahwa Megawati mulai memberi panggung lebih besar bagi faksi Prananda di partai. Lebih jauh, dia menilai situasi ini adalah kelanjutan dari kontestasi internal antara Puan dan Prananda sebagai calon penerus Megawati.
“Ini juga jadi babak lanjutan dari pertarungan Puan dan Prananda sebagai penerus Megawati sebagai Ketua Umum PDIP. Jika faksi Prananda berhasil mengangkat pamor PDIP, bisa jadi Prananda akan menjadi Ketua Umum PDIP,” ujarnya.

Dia menyebut bahwa faksi Puan selama ini tidak berhasil mendongkrak citra partai, meski telah mendapatkan porsi peran yang mencolok. Pencalonan Puan dalam Pilpres 2024 pun gagal terealisasi, meskipun PDI Perjuangan sebenarnya punya kekuatan untuk mengusung calon sendiri. Sentimen negatif terhadap Puan dianggap menjadi salah satu penyebabnya.
“Sosok Puan justru mendapat banyak sentimen negatif. Ini terbukti dari gagalnya pencalonan Puan di Pilpres 2024, padahal PDIP bisa mengusung calonnya sendiri,” ujarnya.
Senada, Agung dari Trias Politika Strategis sepakat bahwa pencopotan ini mencerminkan dinamika kekuatan faksi di tubuh PDI Perjuangan. Menurutnya, kembalinya Hasto Kristiyanto ke posisi Sekretaris Jenderal PDI Perjuangan menjadi indikator bahwa faksi Prananda Prabowo tengah menguat di lingkaran DPP partai ini.
Namun, Agung juga menekankan bahwa dinamika ini bukan hal yang sepenuhnya baru. Dalam struktur partai, faksi Prananda memang lebih dominan di DPP, sementara faksi Puan Maharani memiliki pengaruh kuat di DPR.
“DPP PDIP itu memang faksi Mas Nanan [Prananda]. Tapi, di DPR, faksi Mbak Puan. Mencerminkan wajah PDIP yang kita lihat hari ini, wajah penyeimbang mitra kritis [faksi Prananda] dan mitra strategis [faksi Puan],” ujarnya.
Dalam konteks komunikasi publik, Agung memprediksi bahwa sikap-sikap politik Puan Maharani akan lebih sering muncul ke permukaan dibandingkan dengan suara resmi dari DPP atau Hasto selaku Sekjen PDI Perjuangan. Hal ini karena PDI Perjuangan ingin menampilkan sosok yang dianggap merepresentasikan wajah kompromis partai di tengah transisi kekuasaan.
Terbit di Tirto